Belajar dapat didefenisikan sebagai
proses menciptakan hubungan sesuatu yang sudah ada dengan sesuatu yang baru. Belajar
menurut Bruner dalam Romberg (1999) ialah proses aktif siswa dalam mengkonstruk
atau membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimilikinya. Sesuatu yang baru tersebut
tidak hanya berupa pengetahuan akan tetapi dapat berupa keterampilan, sikap,
kemauan, kebiasaan, maupun perbuatan atau perilaku.
KUMPULAN SEJARAH-SEJARAH
Kamis, 23 Juli 2015
Selasa, 20 November 2012
SEJARAH ISTANA LIMA LARAS
Istana Lima Laras berada di atas tanah seluas 102 x 98 meter. Pendirinya Datuk Matyoeda, Raja XIII dari Kerajaan Lima Laras yang lahir pada tahun 1883 dan akhirnya wafat pada tahun 1919. Tepatnya 7 tahun Istana Lima Laras berdiri dan menjadi pusat pemerintahan di Batubara. Makamnya pun masih dapat kita lihat di kawasan Istana Lima Laras. Datuk Matyoeda adalah putra tertua dari aja sebelumnya, yakni Datuk H Djafar gelar Raja Sri Indra.
Menurut sejarah, Kerajaan Lima Laras diperkirakan telah ada sejak abad XVI, dan tunduk pada Kesultanan Siak di Riau. Semula istana ini bernama Istana Niat Lima Laras, karena rencana pembangunannya berdasarkan niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan sebuah istana kerajaan. Sebelumnya pusat pemerintahan sering berpindah-pindah karena belum punya istana yang permanen.
Niat Datuk Matyoeda untuk mendirikan istana bermula dari keputusan Belanda yang melarang para raja berdagang. Tidak jelas alasan larangan ini. Matyoeda yang kerap berdagang ke Malaysia, Singapura dan Thailand dan memiliki kapal besar tentu saja gusar. Apalagi pada saat keputusan keluar, beberapa armada dagangnya sedang berlayar ke Malaysia. Dengan adanya larangan ini, nasib kapal bersama isinya itu tidak terjamin lagi. Bisa disita Belanda setibanya kembali di Asahan, atau bisa tetap tinggal di Malaysia yang dulu masih bernama Malaka. Matyoeda berniat, jika dagangan terakhirnya selamat, hasilnya akan digunakan membangun istana. Rupanya kapalnya kembali dengan selamat. Maka dia kemudian membangun istana itu dengan biaya 150.000 gulden dan memimpin langsung pembangunan istana dengan mendatangkan 80 orang tenaga ahli dari China dan Pulau Penang, Malaysia serta sejumlah tukang dari sekitar lokasi pembangunan istana. Matyoeda bersama keluarga dan unsur pemerintahannya mendiami istana sejak 1917, walaupun pada saat itu istana masih belum rampung. Waktu wafatnya pada 7 Juni 1919, sekaligus penanda berakhirnya masa kejayaan Kerajaan Lima Laras. Tahun 1942 tentara Jepang masuk Asahan dan menguasai istana. Kekuasaan Jepang di Indonesia sejak Maret 1942 hingga 1945 mengakibatkan keadaan yang semakin carut-marut. Tiga hari setelah jatuhnya bom di Hiroshima, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama pula, diumumkanlah pemerintah Republik Indonesia dengan Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakilnya. Dengan demikian, dimulailah revolusi republik di seluruh wilayah Indonesia. Sebagian raja dan kesultanan dihabisi para kaum nasionalis dan bala tentara Jepang. Keluarga Kesultanan Deli dan Serdang terselamatkan berkat penjagaan tentara Sekutu yang sedang bertugas di Medan untuk menerima penyerahan dari Jepang. Sementara di Serdang, beberapa orang keluarga raja sedari awal telah mendukung rakyat menentang Belanda. Akan tetapi, di Langkat, Istana Sultan dan rumah-rumah kerabat diserang dan rajanya dibunuh bersama keluarganya termasuklah penyair besar Indonesia, Tengku Amir Hamzah yang dipancung di Kuala Begumit. Keganasan yang paling dahsyat terjadi pada bulan Maret 1946 di Asahan dan di kerajaan-kerajaan Melayu di Labuhanbatu seperti Kualuh, Panai dan Kota Pinang. Di Labuhanbatu, daerah yang paling jauh dengan Kota Medan tidak dapat dilindungi asukan sekutu. Istana raja dikepung dan raja-rajanya pun dibunuh seperti Yang Dipertuan Tengku Al Haji Muhammad Syah (Kualuh), Sultan Bidar Alam Syah IV (Bilah), Sultan Mahmud Aman Gagar Alam Syah (Panai) dan Tengku Mustafa gelar Yang Dipertuan Besar Makmur Perkasa Alam Syah (Kota Pinang). Inilah peninggalan raja-raja tempo dulu, yang kini sulit dilestarikan, karena pemerintah sama sekali kurang memerhatikan cagar budaya nasional. Budaya, sesungguhnya bisa dijual untuk kepentingan bangsa dan negara, lewat wisata budaya yang ditinggalkan para sultan atau raja-raja tempo doeloe. |
SEJARAH LEPASNYA TIMOR-TIMUR
MENGENANG KASUS LEPASNYA TIMOR TIMUR
DARI INDONESIA
Kasus Timor Timur merupakan kisah
sedih tentang lepasnya sebuah daerah yang sudah banyak mengorbankan nyawa,
biaya, dan perhatian di Indonesia beberapa tahun silam.
Dahulu sebelum bergabung dengan
Indonesia di Timor Timur lahir lima partai, yaitu; partai UDT yang menginginkan
Timor Timur bergabung dengan portugal, partai ASDT yang berganti nama menjadi
FRETILIN menginginkan Timor Timur menjadi Negara merdeka, serta tiga partai
lain yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia yaitu: AITI yang
berubah nama menjadi APODETI, KOTA, dan Partido Trabalhista/Partai Buruh.
Kemudian pada 11 September
1975 tiba-tiba UDT mendeklarasikan keinginannya untuk bergabung dengan
Indonesia. Dan pada 28 November 1975 atas cetusan FRETILIN, Timor Timur pun
merdeka dengan nama Republik Demokratik Timor Timur. Deklarasi tersebut tidak
diterima partai lain yang Pro-integrasi, sehingga kelompok Pro-integrasi
mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan meminta
dukungan agar Indonesia ambil alih Timor Timur dari kekuasaan FRETILIN yang
berhaluan marxis-Komunis.
Saat Indonesia mendarat di Timor
Timur pada 7 Desember 1975, FRETILIN dan ribuan rakyatnya mengungsi ke
pegunungan untuk melawan Indonesia. Pada akhirnya penduduk banyak yang
meninggal karena pemboman dari udara oleh Indonesia, kelaparan, penyakit, dan
bahkan ada yang karena dibunuh sesama FRETILIN di hutan.
Perbedaan sikap politik antara
partai-partai yang ada menimbulkan perang saudara dan Indonesia terus mengikuti
kondisi atas peristiwa tersebut. Adapun tanggapan Indonesia terhadap permintaan
kelompok Pro-integrasi yaitu menerima Timor Timur sebagai bagian dari
Indonesia. Timor Timur pun bergabung dengan Indonesia secara
legal/resmi sesuai UU.No7/1976, pada tanggal 17 Juli 1976.
Integrasi “bumi Loro Sae“ ke NKRI tersebut
merupakan buah aspirasi masyarakat Timor Timur sendiri melalui deklarasi
Balibo. Karena bergabung di Indonesia belakangan, Timor Timur pun bukan bagian
utuh dari Indonesia, karena tidak termasuk dalam Indonesia pada saat Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.
Pada waktu itu Presiden Habibie menganggap pembiaran integrasi Timor
Timur ke Indonesia oleh dunia internasional (terutama Amerika dan sekutunya)
disebabkan saat itu terjadi kekosongan kekuasaan di Timor Timur dan karena
khawatir Timor Timur menjadi daerah komunis lewat FRETILIN. Namun setelah Blok Timur/Komunis
runtuh, dunia barat mulai mempermasalahkan integrasi Timor Timur tersebut.
Selain desakan referendum oleh
PBB dan Portugal serta desakan internasional, sejak awal peralihan Orde Baru ke
Reformasi Timor Timur masih terus menjadi beban bagi Indonesia karena gejolak
masyarakat disana yang sebagian besar pro referendum sementara tidak sedikit
curahan sumber daya untuk Timor Timur yaitu 93% APBD provinsi ini ditanggung
oleh Negara yang jauh berbeda dengan bantuan untuk daerah lain.
Alokasi
dana dari Indonesia ditujukan untuk pembangunan di Timor Timur yang luasnya
14.609 km². Bantuan itu berupa dana pembangunan daerah (inpres) dan dana
sektoral masing-masing berjumlah Rp 350,7 miliar dan Rp 602,4 miliar yang
mendorong kemajuan di Timor Timur. Hasilnya kesejahteraan sosial , angka melek
huruf, ruas jalan beraspal, hingga bangsal di Rumah Sakit pun terus bertambah. Bahkan
saat semakin besar potensi untuk berpisah dengan Indonesia tahun 1999, Timor
Timur masih menerima alokasi APBN sebesar Rp 187,3 Miliar untuk pembangunan
provinsi, kota, desa, dan jaringan pengaman sosial, serta untuk menanggulangi
kemiskinan. Sehingga Timor Timur menjadi seperti benalu bagi Indonesia bahkan sampai di akhir-akhir masa
integrasinya.
Selain
dana yang cukup besar dari pemerintah untuk Timor Timur, masalah daerah lain
yang ikut ingin merdeka, masalah gerilya politik oleh kelompok Anti-integrasi,
dan kritik serta kecaman Negara-negara barat atas pelanggaran HAM di Timor
Timur yang terus ditujukan kepada Indonesia, semua itu semejak Timor Timur
menjadi provinsi ke-27 di Indonesia.
Dan perang saudara selama
3 bulan (September-November 1975) di Timor Timur dan pendudukan Indonesia
selama 23 tahun (1976-1999), sudah lebih dari 200.000 orang meninggal dan
183.000 diantaranya disebabkan tentara Indonesia yaitu karena keracunan bahan
kimia dari bom. Karena hal tersebut PBB tidak setuju dengan integrasi Timor
Timur ke Indonesia. Ketidaksetujuan PBB juga dikarenakan ada kaum
anti-kemerdekaan yang didukung Indonesia melakukan pembantaian balasan secara
besar-besaran dimana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 jiwa dipaksa
mengungsi ke Timor Barat.
Untuk mengatasi permasalahan
di Timor Timur, pemerintah Indonesia menawarkan otonomi diperluas dengan status
khusus/otonomi khusus. Namun PBB dan Portugal tetap menolak dan mendesak dengan
alasan walau kebijakan itu dibuat, kedepannya Timor Timur tetap meminta
referendum. Hal tersebut tentu saja merugikan Indonesia.
Akhirnya jajak pendapat pun dilakukan untuk memberi kebebasan
kepada rakyat Timor Timur untuk menerima ataupun menolak tawaran otonomi
khusus. Ternyata hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan 78,5% menolak (ingin
merdeka) dan 21,5% menerima (masih ingin bergabung dengan Indonesia). Dengan
kata lain lebih banyak rakyat Timor Timur yang memutuskan untuk merdeka dan
berpisah dari Indonesia. Kenyataan pahit tersebut harus diterima Indonesia
karena itu pilihan rakyat Timor Timur sendiri.Dan pada 20 Mei 2002 Timor Timur
diakui dunia sebagai Negara merdeka dengan nama Timor Leste/ Republica
Democratica de Timor Leste dan mendapat sokongan dana yang luar biasa dari PBB.
Dan sejak merdeka, pemerintah Timor Leste berusaha memutus segala hubungan
dengan Indonesia seakan Indonesia penjajah dan tidak pernah membantu mereka.
Dengan kata lain Timor Timur tidak tahu berterimakasih atas apa yang pernah
dilakukan Indonesia terhadapnya.
Lepasnya Timor Timur menjadi catatan kelam bagi Indonesia karena
dipertahankan dengan penuh pengorbanan, dana, dan nyawa. Diperkirakan lebih
dari 5.000 pahlawan gugur dalam perang seroja demi mempertahankan provinsi ini.
Permasalahan lepasnya Timor Timur dari Indonesia sempat menjadi
kesempatan lawan politik Presiden Habibie (yang saat itu menggantikan Presiden
Soeharto) untuk menjatuhkan Presiden Habibie. Lepasnya Timor Timur juga
dianggap sebagai ketidakmampuan Pak Habibie dalam mempertahankan Provinsi Timor
Timur yang saat itu menjadi bagian dari Indonesia.
Namun,
semua sudah jelas bahwa dari sejarahnya kita mengetahui lepasnya Timor Timur
tidak lain adalah keinginan masyarakatnya sendiri ditambah desakan dunia
internasional. Jadi, Indonesia dan Presiden Indonesia yang menjabat pada waktu
itu tidak salah dalam kasus Timor Timur, karena Indonesia telah menjaga dan
mempertahankan wilayah tersebut sebelumnya. Dan lepasnya Timor Timur adalah memang
jalan keluar terbaik pada saat itu.
Pengalaman Indonesia dalam masalah ini menjadi sebuah pelajaran
tentang kehilangan suatu wilayah yang pernah dipertahankan. Dan diharapkan
jangan sampai ada daerah-daerah lain di Indonesia yang menginginkan kemerdekaan
seperti itu lagi. Terlebih daerah lain merupakan bagian utuh Indonesia sejak
kemerdekaan dan mempunyai kesamaan nasib di masa lalu, dan bukan merupakan
wilayah yang baru bergabung.
Minggu, 18 November 2012
DINASTI KEDIRI
DINASTI KEDIRI / PANJALU
Dinasti Kediri merupakan
sebuah Kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12 dan masih merupakan
bagian dari Kerajaan Mataram Kuno, karena Kerajaan ini lahir atas pembagian Kerajaan
Mataram oleh Raja Airlangga menjadi 2 Kerajaan baru pada tahun 1401.
Pembagian oleh Raja Airlangga itu dilakukan untuk
mencegah ataupun menghindari terjadinya perselisihan diantara kedua putranya
yang bersaing memperebutkan takhta dan sama-sama berambisi menjadi Raja. Dua Kerajaan
yang dibagi oleh Raja Airlangga adalah Dinasti Kediri/ Panjalu yang beribukota
di Daha dan Dinasti Jenggala yang beribukota di Kahuripan.
Batas antar dinasti Kediri dan
Jenggala ada 2 versi
:
-
Versi I,
batasnya Gunung Kawi dan Sungai Berantas
1. Bagian barat merupakan bagian dari Kerajaan Kediri
(untuk Samarawijaya)
2. Bagian timur merupakan bagian dari Kerajaan
Jenggala (untuk Mapanji Garasakan)
-
Versi II,
batasnya Kali Lamong
1. Sebelah selatan kali menjadi bagian Kerajaan Kediri
2. Sebelah utara kali menjadi bagian Kerajaan Jenggala
SEJARAH SINGKAT DINASTI KEDIRI
Dinasti Kediri/ Panjalu diberikan Airlangga kepada putranya yang kedua,
Sri Samarawijaya keturunan Dharmawangsa Teguh, sebagai pewaris Kerajaan yang
mendapat ibukota lama yang berpusat di kota Dahanapura/ Daha yang berarti kota
api.
Pada awalnya letak Kerajaan
Kediri berada di Daha yang terletak di pedalaman dan merupakan Kerajaan
agraris. Dalam perkembangannya, ibukota Kerajaan Kediri yang berada di Daha
dipindahkan ke wilayah Kediri. Kerajaan Kediri semakin berkembang. Kemudian pusat
Kerajaannya di tepi sungai berantas, pada masa itu menjadi jalur pelayaran yang
ramai.
Pada masa kejayaannya Kediri berkembang menjadi Kerajaan
maritim yang menguasai perairan timur wilayah Nusantara. Dan pada masa kejayaan
itu wilayah Kerajaan Kediri meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau di
Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.
RAJA-RAJA DINASTI KEDIRI
Masa-masa awal Kerajaan Kediri tidak banyak
diketahui. Berdasarkan bukti yang sudah ada, hanya memberitahukan adanya perang
saudara yang terjadi antara kedua Kerajaan sepeninggal Raja Airlangga.
Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada,
diketahui nama Raja-Raja yang pernah memerintah Kerajaan Kediri, antara lain :
a. SAMARAWIJAYA (1042)
Samarawijaya adalah putra Airlangga. Ia merupakan Raja
pertama sekaligus pendiri Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak diketahui dengan
pasti berlangsung berapa lama masa pemerintahannya. Kemungkinan Raja
Samarawijaya memulai pemerintahannya pada saat pemisahan Kerajaan oleh Airlangga,
yaitu sekitar tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan tahun yang
tertulis di Prasasti Pamwatan.
b. JAYASWARA (1104-1115)
Raja kedua Kerajaan Kediri adalah Sri Jayawarsa,
yang disebut dalam Prasasti Sirah Keting (1104), namun belum dipastikan bahwa ia
pengganti langsung Samarawijaya atau bukan. Ia merupakan Raja yang sangat giat
memajukan sastra sehingga ia dikenal dengan gelar Sastra Prabu (Raja Sastra).
Pada masanya Kresnayana dikarang Mpuh Triguna.
c. BAMESWARA (1115-1135)
Raja ketiga Kerajaan Kediri adalah Sri Bameswara
yang disebut dalam Prasasti Pandegelan I (sekitar 1116/ 1117), Prasasti
Panumbangan (1120), dan Prasasti Tangkilan (1130).
d. JAYABHAYA (1135-1157)
Raja keempat sekaligus Raja terbesar Kerajaan Kediri
adalah Sri Jayabhaya yang disebutkan dalam Prasasti Hantang (1135), Prasasti
Talan (1136), dan Kakawin Bharatayuddha (1157). Jayabhaya merupakan Raja yang menjadi
kenangan bagi rakyatnya, karena pada masa pemerintahnnya Kerajaan Kediri
berhasil menaklukan Kerajaan Jenggala dan berhasil mencapai puncak kejayaan Kerajaan
Kediri.
e. SARWESWARA (1159-1169)
Raja kelima Kerajaan Kediri
adalah Sri Sarweswara yang disebutkan dalam Prasasti Pandegelan II (1159) dan
Prasasti Kahyunan (1161).
f. ARYESWARA (1169-1180/1181)
Raja keenam Kerajaan Kediri
adalah Sri Aryeswara yang disebutkan dalam Prasasti Meleri (1169) dan Prasasti
Angin Tahun (1171).
g. SRI GANDHRA (1181-1182)
Raja ketujuh Kerajaan Kediri
adalah Sri Gandhra yang disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181), masa
pemerintahannya selama kurang lebih satu tahun.
h. KAMESWARA (1182-1194)
Raja kedelapan Kerajaan Kediri
adalah Sri Kameswara yang disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan dalam Kakawin
Smaradhana. Dalam Kakawin dikisahkan tentang perkawinan antara Kameswara dengan
Putri Jenggala.
i. KERTAJAYA (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja
terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya yang disebut dalam Prasasti
Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti
Wates Kulon (1205), dan Kakawin Negarakertagama serta Kakawin Pararaton. Dalam Kakawin
dikisahkan tentang perang Ganter saat masa akhir pemerintahan Raja Kertajaya.
j. JAYAKATWANG
(1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan
Raja yang berhasil membangun kembali Kerajaan Kediri setelah berhasil
memberontak terhadap Singosari sekaligus membunuh Raja Kertanegara. Namun,
keberhasilannya hanya bertahan setahun akibat serangan menantu Kertanegara dan
pasukan Mongol, sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri.
PERKEMBANGAN KEJAYAAN DINASTI KEDIRI
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya, Kerajaan Kediri
mengalami masa kejayaannya. Wilayah Kerajaan Kediri pada masa pemerintahannya
meliputi seluruh Jawa dan beberapa wilayah/ pulau di Nusantara, bahkan sampai
mengalahkan pengaruh Kerajaan Sriwjaya di Sumatra. Selain itu, menurut kronik
China tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain China secara
berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Dan di Jawa sendiri, yang dimaksud
itu adalah Kerajaan Panjalu/ Kediri. Pada masa kejayaannya, Kerajaan ini juga
berkembang menjadi Kerajaan maritim yang menguasai perairan timur wilayah
Nusantara. Pada masa pemerintahan Jayabhaya juga Kerajaan Kediri berhasil
menaklukan Kerajaan Jenggala.
KERUNTUHAN DINASTI KEDIRI
Kerajaan Kediri runtuh
pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, dan dikisahkan dalam Kitab/ Kakawin
Pararaton dan Negarakertagama. Pada tahun 1222, Raja Kertajaya berselisih
dengan kaum Brahmana. Kaum Brahmana lalu meminta bantuan kepada Ken Arok Raja
dari Kerajaan Singosari. Saat itu Ken Arok juga memiliki cita-cita memerdekakan
Tumapel/ Singosari dari Kerajaan Kediri. Akhirnya pasukan Kediri yang dipimpin
Kertajaya berhasil dihancurkan oleh Ken Arok lewat perang yang terjadi di dekat
desa Ganter, sehingga keadaan pun berbalik dan Kerajaan Kediri menjadi bawahan Singosari.
Saat itu Kediri belum benar-benar runtuh.
Saat Singosari dipimpin Raja
Kertanegara (1268-1292) terjadi pergolakan dalam Kerajaan. Jayakatwang yang
merupakan keturunan Kertajaya saat itu menjadi bupati Gelang-Gelang, yang
selama ini tunduk terhadap Singosari bergabung dengan Bupati Sumenep dari
Madura untuk menjatuhkan Kertanegara. Tahun 1292 Jayakatwang pun memberontak
terhadap Kerajaan Singosari dan membunuh Kertanegara, karena dendam masa lalu
dimana leluhurnya(Kertajaya) dikalahkan Ken Arok. Pemberontakan Jayakatwang
menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singosari. Akhirnya pada tahun 1292, Jayakatwang
berhasil membangun kembali Kerajaan Kediri.
Keberhasilan Jayakatwang
membangun kembali Kerajaan Kediri hanya bertahan satu tahun karena ada serangan
gabungan yang dilancarkan pasukan Mongol yang dikirim Kaitsar Kubilai Khan dan
pasukan Raden Wijaya (menantu Kertanegara sekaligus pendiri Majapahit nantinya)
serta pasukan Madura yang dipimpin Arya Wiraraja pada tahun 1293. Dalam
peperangan yang terjadi, pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan sehingga
benar-benar berakhir/ runtuhlah Kerajaan Kediri.
PENINGGALAN-PENINGGALAN KERAJAAN KEDIRI
Pada masa Kerajaan Kediri,
seni sastra terutama Jawa Kuno tumbuh dengan pesat, namun isi dari
sastra-sastra yang ada kurang mengungkap keadaan masyarakat pada zamannnya.
Gambaran kehidupan masyarakatnya justru diperoleh dari sumber asing dari China.
Dari Kitab asing diketahui masyarakat Kediri memakai kain sampai lutut, rambut
diurai, rumah-rumah teratur dan bersih, pertanian, dan perdagangan sudah maju,
peraturan berjalan dengan baik, mata uang perak, percaya pada Dewa/ Buddha, dsb.
Selain itu diketahui bahwa Kediri memiliki daerah-daerah taklukan.
Seni sastra mendapat perhatian
besar di masa Kerajaan Kediri. Peninggalan yang utama dari Kerajaan Kediri
adalah di bidang kesusastraan.
Banyak karya sastra yang diciptakan para pujangga
zaman Kediri, antara lain:
1.
Kakawin
Bharatayuddha yang dikerjakan bersama-sama oleh 2 Mpuh, Kitab ini ditulis Mpuh
Sedah dan diselesaikan oleh Mpuh Panuluh di tahun 1157 pada masa pemerintahan Sri
Jayabhaya. Kitab ini berisi kemenangan Pandawa atas Kurawa sebagai kiasan
kemenangan Jayabhaya atas Jenggala.
2.
Kakawin
Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya yang ditulis Mpuh Panuluh di masa Sri
Jayabhaya.
3.
Kakawin Smaradahana
yang ditulis Mpuh Dharmaja pada masa pemerintahan Sri Kameswara.
4.
Kakawin
Sumanasantaka yang ditulis Mpuh Monaguna dimasa Kertajaya
5.
Kakawin
Kresnayana ditulis Mpuh Triguna di masa Jayaswara, yang berisi Raja Jayaswara
yang dilambangkan sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.
Selain itu peninggalan Kediri juga ada yang berupa
Arca dan Prasasti-Prasasti. Peninggalan Arca seperti Arca Buddha Vajrasattva
dan Arca Syiwa serta patung Airlangga. Peninggalan Prasasti yaitu Prasasti
Pamwatan, Prasasti Sirah Keting, Prasasti Pandegelan I, Prasasti Panumbangan, Prasasti Tangkilan,
Prasasti Hantang, Prasasti Talan,
Prasasti Pandegelan II, Prasasti Kahyunan, Prasasti Meleri, Prasasti Angin
Tahun, Prasasti Jaring, Prasasti Ceker, Prasasti Galunggung, dan Prasasti
Kamulan.
Peninggalan Kediri di bidang pembangunan seperti
bangunan monumental tempat-tempat pemujaan ditemukan antara lain: Candi Gurah,
Candi Tondowongso, dan tempat pemandian Kepung. Semua bangunan itu menunjukkan
ciri Agama Hindu, sehingga dapat disimpulkan bahwa Agama Hindu merupakan Agama
utama yang dianut masyarakat di masa Kerajaan Panjalu/ Kediri.
Langganan:
Postingan (Atom)