Selasa, 20 November 2012

SEJARAH LEPASNYA TIMOR-TIMUR


MENGENANG KASUS LEPASNYA TIMOR TIMUR
DARI INDONESIA

    Kasus Timor Timur merupakan kisah sedih tentang lepasnya sebuah daerah yang sudah banyak mengorbankan nyawa, biaya, dan perhatian di Indonesia beberapa tahun silam.
Dahulu sebelum bergabung dengan Indonesia di Timor Timur lahir lima partai, yaitu; partai UDT yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan portugal, partai ASDT yang berganti nama menjadi FRETILIN menginginkan Timor Timur menjadi Negara merdeka, serta tiga partai lain yang menginginkan Timor Timur bergabung dengan Indonesia yaitu: AITI yang berubah nama menjadi APODETI, KOTA, dan Partido Trabalhista/Partai Buruh.
    Kemudian pada 11 September 1975 tiba-tiba UDT mendeklarasikan keinginannya untuk bergabung dengan Indonesia. Dan pada 28 November 1975 atas cetusan FRETILIN, Timor Timur pun merdeka dengan nama Republik Demokratik Timor Timur. Deklarasi tersebut tidak diterima partai lain yang Pro-integrasi, sehingga kelompok Pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 dan meminta dukungan agar Indonesia ambil alih Timor Timur dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan marxis-Komunis.
    Saat Indonesia mendarat di Timor Timur pada 7 Desember 1975, FRETILIN dan ribuan rakyatnya mengungsi ke pegunungan untuk melawan Indonesia. Pada akhirnya penduduk banyak yang meninggal karena pemboman dari udara oleh Indonesia, kelaparan, penyakit, dan bahkan ada yang karena dibunuh sesama FRETILIN di hutan.
    Perbedaan sikap politik antara partai-partai yang ada menimbulkan perang saudara dan Indonesia terus mengikuti kondisi atas peristiwa tersebut. Adapun tanggapan Indonesia terhadap permintaan kelompok Pro-integrasi yaitu menerima Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Timor Timur pun bergabung dengan Indonesia secara legal/resmi sesuai UU.No7/1976, pada tanggal 17 Juli 1976.
Integrasi “bumi Loro Sae“ ke NKRI tersebut merupakan buah aspirasi masyarakat Timor Timur sendiri melalui deklarasi Balibo. Karena bergabung di Indonesia belakangan, Timor Timur pun bukan bagian utuh dari Indonesia, karena tidak termasuk dalam Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
    Pada waktu itu Presiden Habibie menganggap pembiaran integrasi Timor Timur ke Indonesia oleh dunia internasional (terutama Amerika dan sekutunya) disebabkan saat itu terjadi kekosongan kekuasaan di Timor Timur dan karena khawatir Timor Timur menjadi daerah komunis lewat FRETILIN. Namun setelah Blok Timur/Komunis runtuh, dunia barat mulai mempermasalahkan integrasi Timor Timur tersebut.
    Selain desakan referendum oleh PBB dan Portugal serta desakan internasional, sejak awal peralihan Orde Baru ke Reformasi Timor Timur masih terus menjadi beban bagi Indonesia karena gejolak masyarakat disana yang sebagian besar pro referendum sementara tidak sedikit curahan sumber daya untuk Timor Timur yaitu 93% APBD provinsi ini ditanggung oleh Negara yang jauh berbeda dengan bantuan untuk daerah lain.
    Alokasi dana dari Indonesia ditujukan untuk pembangunan di Timor Timur yang luasnya 14.609 km². Bantuan itu berupa dana pembangunan daerah (inpres) dan dana sektoral masing-masing berjumlah Rp 350,7 miliar dan Rp 602,4 miliar yang mendorong kemajuan di Timor Timur. Hasilnya kesejahteraan sosial , angka melek huruf, ruas jalan beraspal, hingga bangsal di Rumah Sakit pun terus bertambah. Bahkan saat semakin besar potensi untuk berpisah dengan Indonesia tahun 1999, Timor Timur masih menerima alokasi APBN sebesar Rp 187,3 Miliar untuk pembangunan provinsi, kota, desa, dan jaringan pengaman sosial, serta untuk menanggulangi kemiskinan. Sehingga Timor Timur menjadi seperti benalu bagi Indonesia bahkan sampai di akhir-akhir masa integrasinya.
Selain dana yang cukup besar dari pemerintah untuk Timor Timur, masalah daerah lain yang ikut ingin merdeka, masalah gerilya politik oleh kelompok Anti-integrasi, dan kritik serta kecaman Negara-negara barat atas pelanggaran HAM di Timor Timur yang terus ditujukan kepada Indonesia, semua itu semejak Timor Timur menjadi provinsi ke-27 di Indonesia.
   
Dan perang saudara selama 3 bulan (September-November 1975) di Timor Timur dan pendudukan Indonesia selama 23 tahun (1976-1999), sudah lebih dari 200.000 orang meninggal dan 183.000 diantaranya disebabkan tentara Indonesia yaitu karena keracunan bahan kimia dari bom. Karena hal tersebut PBB tidak setuju dengan integrasi Timor Timur ke Indonesia. Ketidaksetujuan PBB juga dikarenakan ada kaum anti-kemerdekaan yang didukung Indonesia melakukan pembantaian balasan secara besar-besaran dimana sekitar 1.400 jiwa tewas dan 300.000 jiwa dipaksa mengungsi ke Timor Barat.
    Untuk mengatasi  permasalahan di Timor Timur, pemerintah Indonesia menawarkan otonomi diperluas dengan status khusus/otonomi khusus. Namun PBB dan Portugal tetap menolak dan mendesak dengan alasan walau kebijakan itu dibuat, kedepannya Timor Timur tetap meminta referendum. Hal tersebut tentu saja merugikan Indonesia.
    Akhirnya jajak pendapat pun dilakukan untuk memberi kebebasan kepada rakyat Timor Timur untuk menerima ataupun menolak tawaran otonomi khusus. Ternyata hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan 78,5% menolak (ingin merdeka) dan 21,5% menerima (masih ingin bergabung dengan Indonesia). Dengan kata lain lebih banyak rakyat Timor Timur yang memutuskan untuk merdeka dan berpisah dari Indonesia. Kenyataan pahit tersebut harus diterima Indonesia karena itu pilihan rakyat Timor Timur sendiri.Dan pada 20 Mei 2002 Timor Timur diakui dunia sebagai Negara merdeka dengan nama Timor Leste/ Republica Democratica de Timor Leste dan mendapat sokongan dana yang luar biasa dari PBB. Dan sejak merdeka, pemerintah Timor Leste berusaha memutus segala hubungan dengan Indonesia seakan Indonesia penjajah dan tidak pernah membantu mereka. Dengan kata lain Timor Timur tidak tahu berterimakasih atas apa yang pernah dilakukan Indonesia terhadapnya.
    Lepasnya Timor Timur menjadi catatan kelam bagi Indonesia karena dipertahankan dengan penuh pengorbanan, dana, dan nyawa. Diperkirakan lebih dari 5.000 pahlawan gugur dalam perang seroja demi mempertahankan provinsi ini.
    Permasalahan lepasnya Timor Timur dari Indonesia sempat menjadi kesempatan lawan politik Presiden Habibie (yang saat itu menggantikan Presiden Soeharto) untuk menjatuhkan Presiden Habibie. Lepasnya Timor Timur juga dianggap sebagai ketidakmampuan Pak Habibie dalam mempertahankan Provinsi Timor Timur yang saat itu menjadi bagian dari Indonesia.
Namun, semua sudah jelas bahwa dari sejarahnya kita mengetahui lepasnya Timor Timur tidak lain adalah keinginan masyarakatnya sendiri ditambah desakan dunia internasional. Jadi, Indonesia dan Presiden Indonesia yang menjabat pada waktu itu tidak salah dalam kasus Timor Timur, karena Indonesia telah menjaga dan mempertahankan wilayah tersebut sebelumnya. Dan lepasnya Timor Timur adalah memang jalan keluar terbaik pada saat itu.
    Pengalaman Indonesia dalam masalah ini menjadi sebuah pelajaran tentang kehilangan suatu wilayah yang pernah dipertahankan. Dan diharapkan jangan sampai ada daerah-daerah lain di Indonesia yang menginginkan kemerdekaan seperti itu lagi. Terlebih daerah lain merupakan bagian utuh Indonesia sejak kemerdekaan dan mempunyai kesamaan nasib di masa lalu, dan bukan merupakan wilayah yang baru bergabung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar